Rabu, 21 Desember 2016

ADAT HITUNG BUDAYA SUNDA



ADAT HITUNG BUDAYA SUNDA

Elin Nurlailasari - 142151161  Elinnurlaila95@gmail.com
Anisa Ainun Fitriani - 162151125 Ainunanisa19@gmail.com

 

H
itungan dalam budaya sundaterasa sangat penting sekali. Hal ini terlihat dari berbagai macam hajat yang hendak dilaksanakan oleh masyarakat Sunda. Harus menghitung hari terbaik, jam terbaik dan bila perlu arah mata angin yang terbaik. Hhmm … memang tidak ada hadist yang menerangkan mengenai hitungan ini. Apalagi keterangan surat dan ayat dalam al-qur’an. Adanya perhitungan seperti itu, dimulai saat berdirinya Cirebon. Pada jaman dulu masyarakat tersebut sangat percaya dengan perhitunganseperti itu, karena menurutnya belum afdal jika setiap ingin melakukan segala sesuatu (hajat) tidak dihitung terlebih dahulu. Mereka sangat percaya dengan adanya perhitungan itu karena setiap ucapan yang dikeluarkan dari sesepuh jaman dulu terbukti kebenarannya. contoh: seorang sesepuh berbicara bahwa suatu saat bakal ada yang seperti manusia yang bisa berbicara tetapi tidak mempunyai nyawa. Dan ternyata sekarang terbukti kebenarannya bahwa telah ada yaitu sebangsa sincan, Adoraemon, naruto dsb. Contoh yang lain: bahwa menurut sesepuh disana ia berkata bahwa bakal ada aliran listrik kesetiap kampung-kampung dan buah waluh bakal mengeluarkan sinar, dan ternyata semua yang dibicarakan sesepuh pada jaman itu terbukti pembicaraannya. Jadi dari sanalah mereka percaya terhadap perhitungan-perhitungan seperti itu. Awal masyarakat sunda mengadakan perhitungan tersebut berawal dari perhitungan sunda hanacaraka (jawa).Perhitungan ini sudah ada pada jaman terdahulu.






Tetapi sekitar 500 tahun, sistem penanggalan sunda sudah tidak lagi akrab dengan masyarakat. Padahal praktik hitunghitungan hari baik hingga kini tetap dilakukan oleh  orang-orang sunda yang pandai. Malah orang sunda sendiri (mesti tak semuanya) merasa belum afdal jika hajatnya (seperti pernikahan, membangun rumah dan sebagainya) tak dihitung terlebih dahulu. Perhitungan seperti itu sudah jarang dipakai oleh masyarakatzaman sekarang, karena sebagian masyarakat sekarang beranggapan bahwa mempercayai hal tersebut sama saja dengan musyrik. Implementasi dari hitungan ini dapat diterapkan dalam berbagai hajat, atau kepentingan apapun.
Narasumber informasi ini saya dapatkan dari seorang kakek yang bernama kakek Ewon. Beliau adalah salah seorang masyarakat yang pernah menggunakan perhitungan adat sunda. Tetapi untuk saat ini ia sudah tidak menggunakannya lagi.
Menurutnya, ada banyak sistem perhitungan yang digunakan oleh orang Sunda. Sistem tersebut diadopsi dari orang kepercayaan orang Jawa, India, Budha dan Islam.pengetahuan ini ia dapat dari guru spiritualnya atau yang biasa ia sebut Ajengan. Beliau biasa menggunakan hitungan hari yakni dengan: 
1.      Bismillah, yang berarti bahwa ini adalah ucapan pembuka dari segala tindakan yang akan dilakukan.
2.      Alhamdullilah, yang berarti ucapan rasa syukur atas kebahagiaan yang peroleh
3.      Astagfirullah, yang berarti ucapan ketika sedang terkena musibah. Dari ketiga hitungan tadi, hari baik itu ada pada hitungan pertama dan kedua, sedangkan hitungan ketiga patut dihindari. Misalnya, ketika A dan B akan menikah pada tanggal 5, untuk menentukan baik atau tidaknya tanggal tersebut maka dihitung:
·         Tanggal 1 = bismillah
·         Tanggal 2 = alhamdulilah
·         Tanggal 3 = astagfirullah
·         Tanggal 4 = bismillah
·         Tanggal 5 = alhamdulilah
Jadi tanggal 5 ini merupakan hari baik untuk menikah, namun jika jatuh pada hitungan astagfirullah maka diharapkan untuk diundurkan atau dimajukan tanggal pernikahannya.
Ada juga yang menggunakan lima urutan dalam perhitungan ini. namun menurut kakek Ewon bahwa hitungan ini merupakan perhitungan “buhun” atau perhitungan orang tua zaman dahulu, diantaranya:
1.      Sri
2.      Lungguh
3.      Dunya
4.      Lara
5.      Pati
Arti dari lima urutan tersebut diantaranya :
1.      Sri, kata sri menempati bilangan satu, sri sering juga dikaitkan dengan dewi padi dalam budaya sunda, yaitu Dewi Sri. Jadi dapat pula dimaknai dengan banyaknya pangan yang kita dapat. Sri bermakna baik dalam hitungan ini, dapat diartikan rezeki yang melimpah.Intinya hitungan sri yang bertepatan dengan angka satu ini nilai baik ketika kita menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau suatu hal yang membeuthkan perhitungan.  Sejarahnya pada jaman dulu ada seorang wanita yang bernama Sri datang kepada sesepuh jaman dulu, ia berubah menjadi padi, kemudian disuruh ditanam lalu hingga sekarang menyebar kemana-mana dan menjadi banyak.
2.      Lungguh, kata lungguh menempati bilangan dua, lungguh sering dikaitkan dengan derajat, pangkat, jabatan, kekuatan, dan kemampuan. Lungguh bermakna baik dalam hitungan ini. Intinya hitungan lungguh yang bertepatan dengan dua ini mempunyai nilai baik ketika kita tepat menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau sesuatu hal yang membutuhkan perhitungan. 
3.      Dunya, kata dunya menempati bilangan tiga, dunya sering dikaitkan dengan harta, rezeki, materi, dan kekayaan yang melimpah ruah. Misal jika suatu pernikahan atau hajat dilaksakan dengan perhitungannya menempati sisa angka 3, maka. Pernikahan yang dilaksanakan mudah-mudahan dapat mudah mengadakan biaya (uang) dan tentunya setelah perhitungan. Hitungan ini biasanya paling dicari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. Dunya mempunyai nilai baik ketika kita tepat menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau suatu hal yang mebutuhkan perhitungan.
4.      Lara, kata lara menempati bilangan empat, lara sering dikaitkan dengan sesuatu penderitaan atau sakit, baik dari segi kesehatan, ketenangan lahir atau pun batin. Hitungan ini biasanya dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. Hitungan lara mempunyai nilai kurang baik ketika kita menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.
5.      Pati, kata pati menempati bilangan lima, bilangan akhir dalam perhitungan ini. pati berarti mati. Namun tidak dengan serta merta kita mengaitkannya dengan kematian. Mati disini dapat berarti mati secara rezeki, mati dalam arti perceraian, mati dalam arti hal-hal yang bersifat paling buruk, pati disini juga dapat diartikan tali yang mengikat orang mati (jawa) berjumlah 5, jumlah tali itulah yang kemudian dianggap sebagai angka yang membawa sial. Maknanya, hitungan ini biasanya paling dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. Perhitungn pati mempunyai arti perhitungan tidak baikketika menempatkannya pada suatu hajat, keinginan atau sesuatu hal yang membutuhkan perhitungan.
Rumusan perhitungan untuk mencapai hasil perhitungan diatas. Antaralain, Misal. kita akan mempunyai hajat untuk berpindah tempat tinggal atau rumah tanggal 12 Safar. Jadi kita tinggal membagi 12 (tanggal) dengan 5 (lima urutan tadi) yaitu 2 dengan sisanya 2. Angka dua menempati hitungan lungguh.
12 : 5 = 2 dengan sisa 2. 
Kata lungguh menempati bilangan dua, lungguh sering dikaitkan dengan derajat, pangkat, jabatan, kekuatan dan kemampuan. Hitungan lungguh yang bertepatan dengan angka dua ini mempunyai nilai baik ketika kita dapat menempatkannya pada suatu hajat, keinginan atau suatu  hal yang mambutuhkan perhitungan. 
Contoh yang lain: Apabila kita mempunya hajat tanggal 29 muharam, kita dapat merumuskannya sebagai berikut, 
Tanggal 29 
29 : 5 = 25
29 – 25 = 4  
Kita hanya membagi tanggal dengan angka 5 (sesuai hitungan tadi) kemudian kita hanya melihat sisa dari perhitungan tersebut. Contohnya 4, angka empat yang kita dapatkan menempati hitungan 4 yang berarti lara. Lara  disini sering dikaitan dengan penderitaan / sakit, baik dari segi kesehatan, ketenangan lahir maupum batin.Perhitungan ini biasanya dihindari dalam setiap hajat. Hitungan lara mempunyai nilai kurang baik ketika menempatkannya pada suatu hajat, keinginan atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.Jadi apabila perhitungan itu menempati tempat yang kurang baik , lebih baik dimajukan atau dimundurkan.
Hal penting yang perlu diingat adalah hitungan hari baik ini hanya berlaku pada hitungan hijriah, tidak pada masehi.
System perhitungan diatas merupakan salah satu perhitungan kala sunda.Orangtua jaman dulu masih dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Budha, kejawen dan islam dengan adanya kalender saka. System perhitungan ini  bertujuan untuk menjaga diri dari berbagai musibah. 
Perhitungan seperti ini sangat dipakai dalam tradisi jaman dulu ketika mereka mempunyai hajat, karena mereka beranggapan bahwa belum afdaljika hajat mereka tidak dihitung terlebih dahulu.
Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, sistem perhitungan seperti ini sudah mulai dilupakan, dan sudah tidak digunakan lagi oleh masyarakat sekarang.
Menurut saya system penanggalan ini jika masih dipakai oleh masyarakat modern dalam kalangan islam menurut agama itu hukumnya musyrik. Dan saya tidak percaya dengan adanya perhitungan seperti itu, karena perhitungan itu termasuk kedalam mitos. Dan telah diakui bahwa matematika sudah ada  sejak jaman dulu dan sangat berpengaruh dari budaya local sampai modern.

Pertanyaan dan rekap jawaban hasil wawancara

1.      Mengapa masyarakat sunda percaya dengan adanya perhitungan seperti itu ?
Jawaban: karna telah ada buktinya.  Bukti, contoh: pada zaman dulu ada sesepuh yang  berkata bahwa kedepannya bakal ada  yang serupa dengan manusia bisa bicara tetapi tidak bernyawa. Dan terbukti sekarang kebenarannya seperti yang ada di film-film, film sincan, mikimouse, doraemon dsb..
2.      Sejak kapan masyarakat sundamengadakan perhitungan seperti itu?
Jawaban: Dimulai sejak berdirinya Cirebon. Jadi masyarakat Cirebon lah yang pertama kali memakai perhitungan ini.Agama yang dianut oleh masyarakat Cirebon saat itu agama Islam namun, masih bernuansa Budha.
3.      Dimana pertamakali orang yang memakai perhitungan seperti itu ?
Jawaban: Di Cirebon, karna datangnya perhitungan ini saat berdirinya Cirebon
4.      Bagaimana mulanya masyarakat sunda memakai perhitungan seperti itu ?
Jawaban: Berawal dari bahasa sunda buhun HaNaCaRaKaDaTaSaWaLa. perhitungan sunda ini sudah ada sejak jaman dulu, karna pada saat itu agamanya masih memakai kepercayaan Budha.
5.      Mengapa perhitungan ini hanya ada  5 ? 
Jawaban : karna rukun islam ada 5, perhitungan ini tidak terlepas dari rukun islam.

Kritik dan Saran
Yang pertama, setelah saya baca esai karangan penulis sebelumnya ini menurut saya kurang lengkap. Karena adat perhitungan di Sunda itu tidak hanya diterapkan dalam hajatan atau pindah rumah saja. Tadi diataspun saya baca ada kata “sebagainya” dalam penerapan perhitungan Sunda, nah mungkin lebih bagus jika yang lain-lainnya itu dijabarkan juga agar esainya menjadi lebih lengkap. Untuk itu saya disini akan mengembangkan  apa yang telah dikemukakan oleh penulis sebelumnya. Yang kedua mungkin dari penulisannya saya kurang setuju dibagian lampiran yang ditulis sebelum daftar pustaka, karena lampiran itu harusnya setelah daftar pustaka. Jadi lebih dikusai juga cara penulisannya.

TAMBAHAN

Dalam pembahasan tentang adat hitung Sunda ini saya akan menambahkan penjelasan tentang penerapan perhitungan dalam adat Sunda.
Sebenarnya seperti yang telah saya katakana diatas, bahwa adat perhitungan Sunda itu tidak hanya dalam hajatan atau pindah rumah saja. Masih banyak lagi penerapannya seperti dalam pertanian, bepergian, dan bahkan pemberian nama kepada seorang bayi pun ada hitungannya. Yang pertama akan saya bahas disini adalah tentang adat perhitungan pada bidang pertanian.

Narasumber informasi ini saya dapat dari kakek Rohaman. Beliau adalah salah seorang warga di kabupaten Ciamis yang hingga kini masih menggunakan adat perhitungan tersebut. Beliau sendiri mempercayai hal ini karena telah terbukti hasilya. Menurutnya perhitungan itu sebenarnya harus selalu dilakukan agar apapun yang kita lakukan mendapat hasil yang baik. Misalnya saat kita akan bercocok tanam alangkah bagusnya jika kita melakukan perhitungan terlebih dahulu saat akan melakukan penanaman agar hasil yang kita dapat bagus. Dalam bidang pertanian ini dikenal bahwa:
1 = akar
2 = tangakal/pohon
3 = daun
4 = buah
Berkaitan dengan pemaknaan angka 1 sampai 4 urutannya mulai dari akar, tangkal, daun dan yang terakhir yaitu buah, menurut narasumber filosofinya seperti ini “ tidak akan ada pohon tanpa adanya akar”. Jadi keterangan lebih lanjut sebuah tanaman itu dimulai dari akar kemudian ada pohon lalu daun dan yang terakhir adalah buah.
Menurut narasumber, kita harus menenanam tanaman di tanggal yang hitungannya jatuh pada angka yang menunjukan bagian tumbuhan yang akan kita panen. Cara untuk menghitungnya yaitu berdasarkan patokan:
1 = akar
2 = tangakal/pohon
3 = daun
4 = buah
Maka hitungan selanjutnya yaitu untuk angka 5 kembali lagi ke nomor 1 yaitu akar, angka 6 berarti tangkal, angka 7 berarti daun dan angka 8 berarti buah sma dengan angka 4, begitupun selanjutnya. Itu berarti hitungan harus jatuh di angka kelipatan 4 dari angka yang diharuskan.
 Misalnya kita akan menanam padi, berhubung yang akan kita panen adalah buahnya maka perhitungan harus jatuh di angka 4 yang melambangkan buah, atau angka kelipatan 4 dari angka 4 tersebut yaitu 8, 12, 16, 20,….dst. Begitupun jika kita akan menanam pohon jati maka perhitungan harus jatuh di angka 2 atau kelipatan 4 dari angka 2 tersebut. jadi kita bias menanam pohon jati tersebut pada tanggal 2,6,10,14,….dst.
Perhitungan adat Sunda dalam bidang pertanian ternyata bukan hanya dalam hal penanaman, tetapi juga dalam pemanenannya. Berbeda dengan saat akan menanam yang menggunakan hitungan akar, tangkal, daun, buah, dalam pemanenan ini yang digunakan adalah hitungan Sri (padi), Kala(bahaya), Naga(ngumpul), Numpi (menyimpan). Tetapi konsep perhitungannya masih sama seperti yang akar, tangkal, daun, buah, yaitu :
1 = sri
2 = kala
3 = naga
4 = numpi
Jadi saat kita kan panen baiknya itu di tanggal 3 atau kelipatan empat dari 3 yaitu 7,11, 15,…dst. Tapi dikarenakan dalam memanen ada hal yang harus diperhatikan, yaitu kematangan dari hasil yang akan kita panen maka diperbolehkan melakukan   pemanenan dilakukan di tanggal Sri atau Numpi asal jangan di tanggal Kala. Tetapi perlu diketahui juga, menurut narasumber aturan sri, kala, naga, numpi ini khusus untuk pemanenan padi. Kalau untuk tanaman lain seperti sayuran atau buah-buahan itu bebas pemanenannya tidak terikat aturan.
Untuk pemaknaan angka 1 sampai 4 dalam aturan pemanenan ini, menurut narasumber urutan sri, kala, naga, numpi itu karena padi adalah patokannya, perlu dingat bahwa aturan ini hanya untuk padi saja. Jadi disini Sri yang mempunyai arti dewi padi memiliki peran utama. Lalu selanjutnya kala, kala itu penghalang, karena segala sesuatu tidak akan luput dari sebuah halangan atau tantangan. Lalu munculah kejayaan yaitu naga dan setelah pemanenan tentu ada penyimpanan hasil panen yaitu numpi.
Tidak cukup dalam perhitungan tanggal baik saja, rupanya kita masih harus memperhatikan jatuh di hari apa tanggal tersebut, karena menurut narasumber ada yang namanya larangan bulan yaitu hari yang dianggap apes. Perhitungan hari apes ini dihitung dengan bulan Hijriyyah, yaitu sebagai berikut:
1.      Syawal, Hapit, dan Haji hari yang apesnya adalah hari Jumat.
2.      Muharam, Safar, dan Robiul Awal hari apesnya adalah hari Sabtu dan Minggu.
3.      Robiul Akhir, Juma Diawal, dan Juma Diakir hari apesnya adalah hari Senin dan Selasa.
4.      Rajab, Syaban, dan Ramadhan hari apesnya adalah hari Rabu dan Kamis. 
Penentuan hari pada tiap 3 bulan sekali ini menurut narasumber dimulai dari bulan syawal karena mengambil bulan yang fitri dan kenapa hari yang diambil pertama adalah Jumat karena Jumat menurut adat Sunda adalah rajanya hari, dan kenapa hanya ada satu hari yang dianggap apes di bulan Syawal, Hapit, dan Haji ini karena berhubung Jumat adalah raja hari dan raja atau penguasa itu Esa (satu).
Jadi berdasarkan patokan larangan bulan tersebut, ternyata berpengaruh juga pada perhitungan dalam bidang pertanian, baik saat penanaman maupun pemanenan. Misal dalam penanaman kita akan menanam padi pada tanggal 20 Muharam, yang jatuh pada hari Minggu. Berdasarkan perhitungan sebelumnya tanggal 20 merupakan tanggal yang bagus untuk melakukan penanaman karena bilangan 20 merupakan bilangan kelipatan 4 dari angka 4 yang  melambangkan buah. Tapi jika kita perhatikan harinya, hari Minggu ternyata merupakan hari apes di bulan Muharam, jadi sebaiknya kita tidak menanam padi hari itu. Kita bisa ambil empat tanggal selanjutnya yaitu tanggal 24 dimana akan jatuh pada hari Kamis dan Kamis bukan hari apes di bulan Muharam. Atau bisa juga mundur empat hari yaitu ke tanggal 16 yang jatuh di hari Rabu yang juga bukan hari apes di bulan Muharam.
Dalam perhitungan pemanenan ini aturan larangan bulan juga berlaku. Misalnya kita akan memenen padi. Dengan hitungan sunda tanggal yang baik digunakan misalnya tanggal 15 bulan Syawal  yang jatuh di hari Senin. Tetapi padi akan terlalu masak jika dipanen hari itu maka bisa kita panen 2 hari sebelumnya yaitu di tanggal 13 (sri) yang jatuh pada hari Sabtu. Pemanenan tidak bisa dilakukan pada tanggal 12 karena meski tanggalnya bisa dikunakan karenma jatuh di numpi tapi harinya jatuh dihari Jumat yang merupakan hari apes di bulan Syawal. Atau jika tanggal 15 tersebut padinya belum masak bisa di panen sebagian kecil dulu untuk ngambil tanggal baiknya di awal panen, untuk selanjutnya akan kita panen kapanpun itu terserah kita karena kita sudah ambil hari baiknya diawal.
Itu sekilas tentang perhitungan sunda dalam bidang pertanian, selanjutnya ada perhitungan dalam bepergian. Dalam konteks bepergian ini menurut narasumber ada yang namanya “naktu” artinya waktu yang berisi, atau jika kita bepergian dan berangkan pada waktu naktu tersebut pasti akan sia-sia istilahnya tidak akan  gagal. Setiap hari memiliki naktu yang berbeda, menurut narasumber naktu dalam setiap harinya itu sebagai berikut:
Senin   : 08.00 - 09.00
Selasa  : 06.30
Rabu    : 11.30
Kamis  : 08.00 - 09.00
Jumat   : 11.30
Sabtu   : 08.00 – 09.00
Minggu: 06.30
Nah jadi menurut narasumber  jika kita tidak ingin perjalanan kita sia-sia alangkah baiknya kita berangkat pada naktu tersebut, tergantung kita akan perginya hari apa. Dan untuk tempat yang kita tuju itu bersipat bebas hanya waktu pemberangkatannya saja yang harus diperhatikan. Misalnya jika kita akan pergi ke Bandung pada hari Minggu maka kita harus berangkat dari rumah itu pukul 06.30 agar perjalanan yang kita lakukan membuahkan hasil yang tentunya bermanfaat.
Jadi seperti itulah adat perhitungan Sunda dalam bepergian. Selanjutnya ada juga adat perhitungan dalam pemberian nama seorang bayi.
Menurut narasumber hitungan ini merupakan yang sangat sulit dilakukan, hanya orang – orang yang memang benar – benar ahli saja yang dapat melakukan perhitungan ini. Perhitungan dalam pemberian nama bayi ini harus benar-benar teliti dan tidak boleh keliru. Tetapi meskipun sudah dihitung dengan benar biasanya suka ada ketidak cocokan nama dengan seorang bayi tersebut, sehingga kadang bayi atau anak tersebut sering sakit-sakitan atu nakal. Dan bisanya nya orang zaman dahulu mengganti lagi nama anaknya dengan perhitungan yang berbeda agar namanya cocok.  Bisanya untuk pemberian nama ini dikaitkan dengan hari lahir atau tempat kelahiran sang bayi yang di hitung dengan huruf ngalagena sunda yaitu Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La seperti yang disebutkan  oleh narasumber yang diwawancarai oleh penulis sebelumnya diatas.
Dari nama yang didapat dari perhitungan tersebut, kelak dapat dihitung lagi jika seserang tersebut sakit. Perhitungan dilakukan untuk mengetahui obat apa yang dapat menyembukan penyakit yang diderita. Namun obat yang kita maksud disini adalah obat kampung atau obat tradisonal, bukanl obat-obatan modern seperti obat-obatan kimia. Dan dalam perhitungan untuk mencari obat terseburt ternyata memiliki syarat yaitu orang tersebut tidak pernah mengganti nama nya, atau jika sudah terlanjur diganti, maka perhitungan adat sunda untuk mencari penawar penyakit yang diderita akan dilakukan dengan nama asalnya atau nama yang pertama digunakan penderita penyakit. Misalnya saja seperti yang dialami kakek Rohaman, dulu nama beliau adalah Ruhaman jadi sekarang saat beliau  sakit, untuk perhitungan obat apa yang dapat menyembuhkan penhyakit yang beliau derita, beliau tetap menggunakan nama pertamanya yaitu Ruhaman.
Perhitungan seperti yang  saya jelaskan diatas tersebut, menurut narasumber ternyata memang digunakan oleh masyarakat Sunda manapun tapi mungkin hanya bagi yang mengetahui dan percaya saja akan hal tersebut. Dan ternyata patokan yang digunakan dalam perhitungan tersebut berbeda beda. Menurut narasumber sendiri ada yang menggunakan naktu 12, naktu 13 dan naktu 14. Kakek Rohaman sendiri menggunakan naktu 14 dimana jumlah harinya ada 7. Dan perlu diingat juga bahwa patokan tahun yang digunakan dalam perhitungan adat Sunda adalah tahun Hijriyyah. Mengenai alasanya narasumber sendiri hanya mengatakan bahwa tahun Hijriyyah lah patokan dari segala perhitungan Sunda. Adapun beberapa warga sekitar yang menambahkan bahwa patokan Hijriyyah itu karena adalah tahunnya umat islam. Dan kita sebagai umat muslim tentu menggunakan tahun Hijriyyah tersebut.
Seperti itu mungkin tambahan penjelasan tentang adat perhitungan sunda yang saya dapat dari narasumber yaitu mengenai perhituhan adat Sunda  dalam bidang pertanian, kala kita akan bepergian dan adat perhitungan pada pemberian nama seorang bayi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda dulu dan sampai sekarangpun masih ada yang menerapkan sistem perhitungan seperti itu seperti halnya kakek Rohaman.
Tetapi untuk saya sendiri, saya tidak mempercayai hal tersebut, saya setuju dengan apa yang dikatakan penulis sebelumnya bahwa hal seperti itu hanyalah mitos. Dan menurut saya adat seperti itu mungkin ada dan diwariskan oleh penganut Hindu-Budha dulu. Karena jika kita lihat sejarah bangsa kita ini dulu sebelum masuknya islam dipengaruhi oleh Hindu-Budha. Jadi tidak aneh jika adat nya masih melekat di masyarakat Indonesia. Namun sudah sepatutnya kita meninggalkan hal tersebut karena kita sebagai seorang muslim tidak mengeal perhitungan seperti itu.
Dan setelah saya amati sepertinya itu hanya sugesti yang bukan sebenarnya tetapi karena akal dan pikiran terlanjur mempercayai sepenuhnya akan hal itu maka perasaannya akan selalu merasa bahwa yang dialakukannya itu bernilai benar karena perhitungan dan bernilai salah juga karena kekeliruan dalam perhitungan. Padahal itu hanyalah sebuah sugesti atau kepercayaan yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Namun dari adat perhitungan yang terwariskan secara turun temurun ini benar kata penulis sebelumnya bahwa disitu kita bias lihat bahwa matematika sudah ada dari zaman dahulu melalui budaya, dan itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Pertanyaan dan rekap jawaban hasil wawancara

1.      Dalam hal apa saja adat perhitungan Sunda ini dilakukan ?
Jawaban: Misalnya dalam hajat pernikahan, pindah rumah, bercocok tanam, bepergian, dan pemberian nama seorang bayi. Itu yang sering digunakan oleh masyarakat Sunda.
2.      Apa tujuan dari perhitungan tersebut ?
Jawaban: Tujuannya berbeda-beda, missal dalam hajat pernikahan hari baik di pilih agar yang menikah menjadi pasangan yang sakinah mawadah warahmah, dan diberi kelancaran dalan hajatan maupun kehidupan berkeluarganya kelak. Jika dalam berpindah rumah hari baik dipilih agar kita dapat merasa betah dan dijauhkan dari bahaya saat menempati rumah baru tersebut. Sedangkan dalam pertanian yang dipilih adalah tanggalnya agar kita mendapat hasil panen yang bagus. Dan jika dalam bepergian waktulah yang diperhitungkan agar perjalanan kita tidak sia-sia. Dan dalam pemberian nama bayi dilakukan agar bayi tersebut mrnjadi seseorang yang baik sesuai apa yang diharapkan orang tuanya.
3.      Untuk sekarang kakek sendiri masih menggunakan adat perhitungan tersebut atau tidak ?
Jawban: Saya sampai saat ini masih menggunakan perhitungan itu, karena memang sudah seharusnya itu dilakukan agar apa yang kita lakukan selalu mendapat yang terbaik, jika tidak pun setidaknya masih ada hasilnya meskipun tidak maksimal.
4.      Apa alasan kakek tetap percaya terhadap perhitungan tersebut, dan bagaimana menurut pandangan kake dengan kenyataan sekarang sudah banyak orang yang meninggalkan adat perhitungan tersebut ?
Jawaban: Karena adat tersebut sudah ada sejak dulu dan saya percaya apa yang leluhur saya turunkan dan itu juga karena telah terbukti hasilnya. Ya kalau dihubungkan dengan zaman sekarang memang itu kembali lagi kepada kepercayaan masing-masing. Karena setiap orang pasti mempunyai paham yang berbeda juga. Dan kitapun tidak bias memaksakan kepercayaan kita kepada orang lain. Jadi bagi saya jika ada yang percaya juga dengan perhitungan ini ya silahkan dan bagi yang tidak mempercayainya pun tidak apa-apa.
5.      Apakah aturan perhitungan seperti ini berlaku untuk semua masyarakat di tatar Sunda ? Dan apakah ada perbedaan di setiap daerahnya ?
Jawaban: Iya, bagi yang mengetahui dan percaya akan hal ini tentu mengunakannya, I tiap daerah pasti ada perbedaannya karena beda dari atasnya tapi masih hamper sama, hanya mungkin yang berbeda itu di patokan yang digunakannya, yaitu ada yang menggunakan naktu 12,13,dan 14.
6.      Selain kaitan dengan tanggal, apa ada kaintannya dengan manis, pahing dan sebagainya ?
Jawaban: kalu dalam pertanian tidak, hanya yang dipentingkan adalah tanggalnya.
7.      Apa ada aturan dalam pemanenannya atau tidak ?
8.      Jawaban: ada yaitu menggunakan hitungan sri, kala, naga, numpi. Konsepnya sama seperti hitungan akar, tangkal, daun, buah. Dan harus memperhatikan larangan bulannya juga. Misalnya Syawal, Hapit, dan Haji hari yang apesnya adalah hari Jumat. Muharam, Safar, dan Robiul Awal hari apesnya adalah hari Sabtu dan Minggu. Robiul Akhir, Juma Diawal, dan Juma Diakir hari apesnya adalah hari Senin dan Selasa. Dan Rajab, Syaban, dan Ramadhan hari apesnya adalah hari Rabu dan Kamis.
9.   Bagaiman jika kita akan menanam pohon kelapa. Kita kan tahu bahwa pohon kelapa itu seluruh bagian tubuhnya berguna ?
Jawaban: kita prioritaskan kepada yang lebih penting atau utama dari hasil yang kan kita panen yaitu buah, jadi hitungannya harus jatuh di buah.

DAFTAR PUSTAKA 

Wawancara kakek Ewon sebagai narasumber
Anonim.(2010). Belajar itungan sunda.[Online].Tersedia:
http://sahadatsunda.blogspot. com/2010/01/belajar-itungansunda-dasar-1.html (diakses 16 mei 2015)
Anonim.(2012). Sitem perhitungan pada masyarakat sunda.[Online].Tersedia :
http:/neverstoptoshare.blogsp ot.com.2011/11/systemperhitungan-padamasyarakatsunda.html.(diakses16 mei 2015)
Wawancara kakek Rohaman sebagai narasumber yang masih menggunakan adat hitungan sunda

LAMPIRAN


Gambar 1: Foto kakek Ewon


Gambar 2: Foto Elin Nurlailasari bersama kakek Ewon


Gambar 3: Foto Anisa Ainun Fitriani bersama kakek Rohaman

Gambar 4: Foto kakek Rohaman


BIODATA NARASUMBER

Nama   : Rohaman
Usia     : 76 Tahun      
Alamat            :Dsn.Subang Ds.Darmacaang,
  RT 12/RW04, Kec. Cikoneng,
  Kab. Ciamis