ADAT
HITUNG BUDAYA SUNDA
Elin Nurlailasari - 142151161 Elinnurlaila95@gmail.com
H
|
itungan
dalam budaya sundaterasa sangat penting sekali. Hal ini terlihat dari berbagai
macam hajat yang hendak dilaksanakan oleh masyarakat Sunda. Harus menghitung
hari terbaik, jam terbaik dan bila perlu arah mata angin yang terbaik. Hhmm …
memang tidak ada hadist yang menerangkan mengenai hitungan ini. Apalagi
keterangan surat dan ayat dalam al-qur’an. Adanya perhitungan seperti itu,
dimulai saat berdirinya Cirebon. Pada jaman dulu masyarakat tersebut sangat
percaya dengan perhitunganseperti itu, karena menurutnya belum afdal jika
setiap ingin melakukan segala sesuatu (hajat) tidak dihitung terlebih dahulu. Mereka
sangat percaya dengan adanya perhitungan itu karena setiap ucapan yang
dikeluarkan dari sesepuh jaman dulu terbukti kebenarannya. contoh: seorang
sesepuh berbicara bahwa suatu saat bakal ada yang seperti manusia yang bisa
berbicara tetapi tidak mempunyai nyawa. Dan ternyata sekarang terbukti
kebenarannya bahwa telah ada yaitu sebangsa sincan, Adoraemon, naruto dsb.
Contoh yang lain: bahwa menurut sesepuh disana ia berkata bahwa bakal ada
aliran listrik kesetiap kampung-kampung dan buah waluh bakal mengeluarkan
sinar, dan ternyata semua yang dibicarakan sesepuh pada jaman itu terbukti
pembicaraannya. Jadi dari sanalah mereka percaya terhadap perhitungan-perhitungan
seperti itu. Awal masyarakat sunda mengadakan perhitungan tersebut berawal dari
perhitungan sunda hanacaraka (jawa).Perhitungan ini sudah ada pada jaman
terdahulu.
Tetapi sekitar 500 tahun, sistem
penanggalan sunda sudah tidak lagi akrab dengan masyarakat. Padahal praktik
hitunghitungan hari baik hingga kini tetap dilakukan oleh orang-orang sunda yang pandai. Malah orang
sunda sendiri (mesti tak semuanya) merasa belum afdal jika hajatnya (seperti
pernikahan, membangun rumah dan sebagainya) tak dihitung terlebih dahulu.
Perhitungan seperti itu sudah jarang dipakai oleh masyarakatzaman sekarang,
karena sebagian masyarakat sekarang beranggapan bahwa mempercayai hal tersebut
sama saja dengan musyrik. Implementasi dari hitungan ini dapat diterapkan dalam
berbagai hajat, atau kepentingan apapun.
Narasumber informasi ini saya dapatkan
dari seorang kakek yang bernama kakek Ewon. Beliau adalah salah seorang
masyarakat yang pernah menggunakan perhitungan adat sunda. Tetapi untuk saat
ini ia sudah tidak menggunakannya lagi.
Menurutnya, ada banyak sistem
perhitungan yang digunakan oleh orang Sunda. Sistem tersebut diadopsi dari
orang kepercayaan orang Jawa, India, Budha dan Islam.pengetahuan ini ia dapat
dari guru spiritualnya atau yang biasa ia sebut Ajengan. Beliau biasa
menggunakan hitungan hari yakni dengan:
1. Bismillah,
yang berarti bahwa ini adalah ucapan pembuka dari segala tindakan yang akan
dilakukan.
2.
Alhamdullilah, yang berarti ucapan rasa
syukur atas kebahagiaan yang peroleh
3.
Astagfirullah, yang berarti ucapan
ketika sedang terkena musibah. Dari ketiga hitungan tadi, hari baik itu ada
pada hitungan pertama dan kedua, sedangkan hitungan ketiga patut dihindari.
Misalnya, ketika A dan B akan menikah pada tanggal 5, untuk menentukan baik
atau tidaknya tanggal tersebut maka dihitung:
·
Tanggal 1 = bismillah
·
Tanggal 2 = alhamdulilah
·
Tanggal 3 = astagfirullah
·
Tanggal 4 = bismillah
·
Tanggal 5 = alhamdulilah
Jadi tanggal 5 ini merupakan hari baik
untuk menikah, namun jika jatuh pada hitungan astagfirullah maka diharapkan
untuk diundurkan atau dimajukan tanggal pernikahannya.
Ada juga yang menggunakan lima urutan
dalam perhitungan ini. namun menurut kakek Ewon bahwa hitungan ini merupakan
perhitungan “buhun” atau perhitungan orang tua zaman dahulu, diantaranya:
1. Sri
2.
Lungguh
3.
Dunya
4.
Lara
5. Pati
Arti dari lima urutan tersebut
diantaranya :
1. Sri,
kata sri menempati bilangan satu, sri sering juga dikaitkan dengan dewi padi
dalam budaya sunda, yaitu Dewi Sri. Jadi dapat pula dimaknai dengan banyaknya
pangan yang kita dapat. Sri bermakna baik dalam hitungan ini, dapat diartikan
rezeki yang melimpah.Intinya hitungan sri yang bertepatan dengan angka satu ini
nilai baik ketika kita menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau suatu
hal yang membeuthkan perhitungan. Sejarahnya
pada jaman dulu ada seorang wanita yang bernama Sri datang kepada sesepuh jaman
dulu, ia berubah menjadi padi, kemudian disuruh ditanam lalu hingga sekarang
menyebar kemana-mana dan menjadi banyak.
2.
Lungguh, kata lungguh menempati bilangan
dua, lungguh sering dikaitkan dengan derajat, pangkat, jabatan, kekuatan, dan
kemampuan. Lungguh bermakna baik dalam hitungan ini. Intinya hitungan lungguh
yang bertepatan dengan dua ini mempunyai nilai baik ketika kita tepat
menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau sesuatu hal yang membutuhkan
perhitungan.
3.
Dunya, kata dunya menempati bilangan
tiga, dunya sering dikaitkan dengan harta, rezeki, materi, dan kekayaan yang
melimpah ruah. Misal jika suatu pernikahan atau hajat dilaksakan dengan
perhitungannya menempati sisa angka 3, maka. Pernikahan yang dilaksanakan
mudah-mudahan dapat mudah mengadakan biaya (uang) dan tentunya setelah
perhitungan. Hitungan ini biasanya paling dicari dalam setiap hajat atau suatu
hal yang membutuhkan perhitungan. Dunya mempunyai nilai baik ketika kita tepat
menempatkannya pada suatu hajat, keinginan, atau suatu hal yang mebutuhkan
perhitungan.
4.
Lara, kata lara menempati bilangan
empat, lara sering dikaitkan dengan sesuatu penderitaan atau sakit, baik dari
segi kesehatan, ketenangan lahir atau pun batin. Hitungan ini biasanya
dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. Hitungan
lara mempunyai nilai kurang baik ketika kita menempatkannya pada suatu hajat,
keinginan, atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.
5. Pati,
kata pati menempati bilangan lima, bilangan akhir dalam perhitungan ini. pati
berarti mati. Namun tidak dengan serta merta kita mengaitkannya dengan
kematian. Mati disini dapat berarti mati secara rezeki, mati dalam arti
perceraian, mati dalam arti hal-hal yang bersifat paling buruk, pati disini
juga dapat diartikan tali yang mengikat orang mati (jawa) berjumlah 5, jumlah
tali itulah yang kemudian dianggap sebagai angka yang membawa sial. Maknanya,
hitungan ini biasanya paling dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang
membutuhkan perhitungan. Perhitungn pati mempunyai arti perhitungan tidak
baikketika menempatkannya pada suatu hajat, keinginan atau sesuatu hal yang
membutuhkan perhitungan.
Rumusan perhitungan untuk mencapai hasil
perhitungan diatas. Antaralain, Misal. kita akan mempunyai hajat untuk
berpindah tempat tinggal atau rumah tanggal 12 Safar. Jadi kita tinggal membagi
12 (tanggal) dengan 5 (lima urutan tadi) yaitu 2 dengan sisanya 2. Angka dua
menempati hitungan lungguh.
12
: 5 = 2 dengan sisa 2.
Kata lungguh menempati bilangan dua,
lungguh sering dikaitkan dengan derajat, pangkat, jabatan, kekuatan dan
kemampuan. Hitungan lungguh yang bertepatan dengan angka dua ini mempunyai
nilai baik ketika kita dapat menempatkannya pada suatu hajat, keinginan atau
suatu hal yang mambutuhkan
perhitungan.
Contoh
yang lain: Apabila kita mempunya hajat tanggal 29 muharam, kita dapat
merumuskannya sebagai berikut,
Tanggal
29
29
: 5 = 25
29
– 25 = 4
Kita hanya membagi tanggal dengan angka
5 (sesuai hitungan tadi) kemudian kita hanya melihat sisa dari perhitungan
tersebut. Contohnya 4, angka empat yang kita dapatkan menempati hitungan 4 yang
berarti lara. Lara disini sering
dikaitan dengan penderitaan / sakit, baik dari segi kesehatan, ketenangan lahir
maupum batin.Perhitungan ini biasanya dihindari dalam setiap hajat. Hitungan
lara mempunyai nilai kurang baik ketika menempatkannya pada suatu hajat,
keinginan atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.Jadi apabila perhitungan
itu menempati tempat yang kurang baik , lebih baik dimajukan atau dimundurkan.
Hal penting yang perlu diingat adalah
hitungan hari baik ini hanya berlaku pada hitungan hijriah, tidak pada masehi.
System perhitungan diatas merupakan
salah satu perhitungan kala sunda.Orangtua jaman dulu masih dipengaruhi oleh
kepercayaan Hindu-Budha, kejawen dan islam dengan adanya kalender saka. System
perhitungan ini bertujuan untuk menjaga
diri dari berbagai musibah.
Perhitungan
seperti ini sangat dipakai dalam tradisi jaman dulu ketika mereka mempunyai
hajat, karena mereka beranggapan bahwa belum afdaljika hajat mereka tidak
dihitung terlebih dahulu.
Tetapi seiring dengan berkembangnya
zaman, sistem perhitungan seperti ini sudah mulai dilupakan, dan sudah tidak
digunakan lagi oleh masyarakat sekarang.
Menurut saya system penanggalan ini jika
masih dipakai oleh masyarakat modern dalam kalangan islam menurut agama itu
hukumnya musyrik. Dan saya tidak percaya dengan adanya perhitungan seperti itu,
karena perhitungan itu termasuk kedalam mitos. Dan telah diakui bahwa
matematika sudah ada sejak jaman dulu
dan sangat berpengaruh dari budaya local sampai modern.
Pertanyaan dan rekap
jawaban hasil wawancara
1. Mengapa
masyarakat sunda percaya dengan adanya perhitungan seperti itu ?
Jawaban: karna telah
ada buktinya. Bukti, contoh: pada zaman
dulu ada sesepuh yang berkata bahwa
kedepannya bakal ada yang serupa dengan
manusia bisa bicara tetapi tidak bernyawa. Dan terbukti sekarang kebenarannya
seperti yang ada di film-film, film sincan, mikimouse, doraemon dsb..
2.
Sejak kapan masyarakat sundamengadakan
perhitungan seperti itu?
Jawaban: Dimulai sejak
berdirinya Cirebon. Jadi masyarakat Cirebon lah yang pertama kali memakai
perhitungan ini.Agama yang dianut oleh masyarakat Cirebon saat itu agama Islam
namun, masih bernuansa Budha.
3.
Dimana pertamakali orang yang memakai
perhitungan seperti itu ?
Jawaban: Di Cirebon,
karna datangnya perhitungan ini saat berdirinya Cirebon
4.
Bagaimana mulanya masyarakat sunda memakai
perhitungan seperti itu ?
Jawaban: Berawal dari
bahasa sunda buhun HaNaCaRaKaDaTaSaWaLa. perhitungan sunda ini sudah ada sejak
jaman dulu, karna pada saat itu agamanya masih memakai kepercayaan Budha.
5.
Mengapa perhitungan ini hanya ada 5 ?
Jawaban : karna rukun
islam ada 5, perhitungan ini tidak terlepas dari rukun islam.
Kritik dan Saran
Yang pertama, setelah saya baca esai
karangan penulis sebelumnya ini menurut saya kurang lengkap. Karena adat
perhitungan di Sunda itu tidak hanya diterapkan dalam hajatan atau pindah rumah
saja. Tadi diataspun saya baca ada kata “sebagainya” dalam penerapan perhitungan
Sunda, nah mungkin lebih bagus jika yang lain-lainnya itu dijabarkan juga agar
esainya menjadi lebih lengkap. Untuk itu saya disini akan mengembangkan apa yang telah dikemukakan oleh penulis
sebelumnya. Yang kedua mungkin dari penulisannya saya kurang setuju dibagian
lampiran yang ditulis sebelum daftar pustaka, karena lampiran itu harusnya
setelah daftar pustaka. Jadi lebih dikusai juga cara penulisannya.
TAMBAHAN
Dalam pembahasan tentang adat hitung
Sunda ini saya akan menambahkan penjelasan tentang penerapan perhitungan dalam
adat Sunda.
Sebenarnya seperti yang telah saya
katakana diatas, bahwa adat perhitungan Sunda itu tidak hanya dalam hajatan
atau pindah rumah saja. Masih banyak lagi penerapannya seperti dalam pertanian,
bepergian, dan bahkan pemberian nama kepada seorang bayi pun ada hitungannya.
Yang pertama akan saya bahas disini adalah tentang adat perhitungan pada bidang
pertanian.
Narasumber
informasi ini saya dapat dari kakek Rohaman. Beliau adalah salah seorang warga
di kabupaten Ciamis yang hingga kini masih menggunakan adat perhitungan
tersebut. Beliau sendiri mempercayai hal ini karena telah terbukti hasilya.
Menurutnya perhitungan itu sebenarnya harus selalu dilakukan agar apapun yang
kita lakukan mendapat hasil yang baik. Misalnya saat kita akan bercocok tanam
alangkah bagusnya jika kita melakukan perhitungan terlebih dahulu saat akan
melakukan penanaman agar hasil yang kita dapat bagus. Dalam bidang pertanian
ini dikenal bahwa:
1
= akar
2
= tangakal/pohon
3
= daun
4
= buah
Berkaitan dengan pemaknaan angka 1
sampai 4 urutannya mulai dari akar, tangkal, daun dan yang terakhir yaitu buah,
menurut narasumber filosofinya seperti ini “ tidak akan ada pohon tanpa adanya
akar”. Jadi keterangan lebih lanjut sebuah tanaman itu dimulai dari akar
kemudian ada pohon lalu daun dan yang terakhir adalah buah.
Menurut narasumber, kita harus menenanam
tanaman di tanggal yang hitungannya jatuh pada angka yang menunjukan bagian tumbuhan
yang akan kita panen. Cara untuk menghitungnya yaitu berdasarkan patokan:
1
= akar
2
= tangakal/pohon
3
= daun
4
= buah
Maka
hitungan selanjutnya yaitu untuk angka 5 kembali lagi ke nomor 1 yaitu akar,
angka 6 berarti tangkal, angka 7 berarti daun dan angka 8 berarti buah sma
dengan angka 4, begitupun selanjutnya. Itu berarti hitungan harus jatuh di
angka kelipatan 4 dari angka yang diharuskan.
Misalnya
kita akan menanam padi, berhubung yang akan kita panen adalah buahnya maka
perhitungan harus jatuh di angka 4 yang melambangkan buah, atau angka kelipatan
4 dari angka 4 tersebut yaitu 8, 12, 16, 20,….dst. Begitupun jika kita akan
menanam pohon jati maka perhitungan harus jatuh di angka 2 atau kelipatan 4
dari angka 2 tersebut. jadi kita bias menanam pohon jati tersebut pada tanggal
2,6,10,14,….dst.
Perhitungan adat Sunda dalam bidang
pertanian ternyata bukan hanya dalam hal penanaman, tetapi juga dalam
pemanenannya. Berbeda dengan saat akan menanam yang menggunakan hitungan akar,
tangkal, daun, buah, dalam pemanenan ini yang digunakan adalah hitungan Sri
(padi), Kala(bahaya), Naga(ngumpul), Numpi (menyimpan). Tetapi konsep
perhitungannya masih sama seperti yang akar, tangkal, daun, buah, yaitu :
1
= sri
2
= kala
3
= naga
4
= numpi
Jadi saat kita kan panen baiknya itu di
tanggal 3 atau kelipatan empat dari 3 yaitu 7,11, 15,…dst. Tapi dikarenakan
dalam memanen ada hal yang harus diperhatikan, yaitu kematangan dari hasil yang
akan kita panen maka diperbolehkan melakukan
pemanenan dilakukan di tanggal Sri atau Numpi asal jangan di tanggal Kala.
Tetapi perlu diketahui juga, menurut narasumber aturan sri, kala, naga, numpi
ini khusus untuk pemanenan padi. Kalau untuk tanaman lain seperti sayuran atau
buah-buahan itu bebas pemanenannya tidak terikat aturan.
Untuk pemaknaan angka 1 sampai 4 dalam
aturan pemanenan ini, menurut narasumber urutan sri, kala, naga, numpi itu
karena padi adalah patokannya, perlu dingat bahwa aturan ini hanya untuk padi
saja. Jadi disini Sri yang mempunyai arti dewi padi memiliki peran utama. Lalu
selanjutnya kala, kala itu penghalang, karena segala sesuatu tidak akan luput
dari sebuah halangan atau tantangan. Lalu munculah kejayaan yaitu naga dan
setelah pemanenan tentu ada penyimpanan hasil panen yaitu numpi.
Tidak cukup dalam perhitungan tanggal
baik saja, rupanya kita masih harus memperhatikan jatuh di hari apa tanggal
tersebut, karena menurut narasumber ada yang namanya larangan bulan yaitu hari
yang dianggap apes. Perhitungan hari apes ini dihitung dengan bulan Hijriyyah,
yaitu sebagai berikut:
1. Syawal,
Hapit, dan Haji hari yang apesnya adalah hari Jumat.
2.
Muharam, Safar, dan Robiul Awal hari
apesnya adalah hari Sabtu dan Minggu.
3.
Robiul Akhir, Juma Diawal, dan Juma
Diakir hari apesnya adalah hari Senin dan Selasa.
4. Rajab,
Syaban, dan Ramadhan hari apesnya adalah hari Rabu dan Kamis.
Penentuan hari pada tiap 3 bulan sekali
ini menurut narasumber dimulai dari bulan syawal karena mengambil bulan yang
fitri dan kenapa hari yang diambil pertama adalah Jumat karena Jumat menurut
adat Sunda adalah rajanya hari, dan kenapa hanya ada satu hari yang dianggap
apes di bulan Syawal, Hapit, dan Haji ini karena berhubung Jumat adalah raja
hari dan raja atau penguasa itu Esa (satu).
Jadi berdasarkan patokan larangan bulan
tersebut, ternyata berpengaruh juga pada perhitungan dalam bidang pertanian,
baik saat penanaman maupun pemanenan. Misal dalam penanaman kita akan menanam
padi pada tanggal 20 Muharam, yang jatuh pada hari Minggu. Berdasarkan
perhitungan sebelumnya tanggal 20 merupakan tanggal yang bagus untuk melakukan
penanaman karena bilangan 20 merupakan bilangan kelipatan 4 dari angka 4
yang melambangkan buah. Tapi jika kita
perhatikan harinya, hari Minggu ternyata merupakan hari apes di bulan Muharam,
jadi sebaiknya kita tidak menanam padi hari itu. Kita bisa ambil empat tanggal
selanjutnya yaitu tanggal 24 dimana akan jatuh pada hari Kamis dan Kamis bukan
hari apes di bulan Muharam. Atau bisa juga mundur empat hari yaitu ke tanggal
16 yang jatuh di hari Rabu yang juga bukan hari apes di bulan Muharam.
Dalam perhitungan pemanenan ini aturan
larangan bulan juga berlaku. Misalnya kita akan memenen padi. Dengan hitungan
sunda tanggal yang baik digunakan misalnya tanggal 15 bulan Syawal yang jatuh di hari Senin. Tetapi padi akan
terlalu masak jika dipanen hari itu maka bisa kita panen 2 hari sebelumnya
yaitu di tanggal 13 (sri) yang jatuh pada hari Sabtu. Pemanenan tidak bisa
dilakukan pada tanggal 12 karena meski tanggalnya bisa dikunakan karenma jatuh
di numpi tapi harinya jatuh dihari Jumat yang merupakan hari apes di bulan
Syawal. Atau jika tanggal 15 tersebut padinya belum masak bisa di panen
sebagian kecil dulu untuk ngambil tanggal baiknya di awal panen, untuk
selanjutnya akan kita panen kapanpun itu terserah kita karena kita sudah ambil
hari baiknya diawal.
Itu sekilas tentang perhitungan sunda
dalam bidang pertanian, selanjutnya ada perhitungan dalam bepergian. Dalam
konteks bepergian ini menurut narasumber ada yang namanya “naktu” artinya waktu
yang berisi, atau jika kita bepergian dan berangkan pada waktu naktu tersebut
pasti akan sia-sia istilahnya tidak akan
gagal. Setiap hari memiliki naktu yang berbeda, menurut narasumber naktu
dalam setiap harinya itu sebagai berikut:
Senin : 08.00 - 09.00
Selasa : 06.30
Rabu : 11.30
Kamis : 08.00 - 09.00
Jumat : 11.30
Sabtu : 08.00 – 09.00
Minggu:
06.30
Nah jadi menurut narasumber jika kita tidak ingin perjalanan kita sia-sia
alangkah baiknya kita berangkat pada naktu tersebut, tergantung kita akan
perginya hari apa. Dan untuk tempat yang kita tuju itu bersipat bebas hanya
waktu pemberangkatannya saja yang harus diperhatikan. Misalnya jika kita akan
pergi ke Bandung pada hari Minggu maka kita harus berangkat dari rumah itu
pukul 06.30 agar perjalanan yang kita lakukan membuahkan hasil yang tentunya
bermanfaat.
Jadi seperti itulah adat perhitungan
Sunda dalam bepergian. Selanjutnya ada juga adat perhitungan dalam pemberian
nama seorang bayi.
Menurut narasumber hitungan ini
merupakan yang sangat sulit dilakukan, hanya orang – orang yang memang benar –
benar ahli saja yang dapat melakukan perhitungan ini. Perhitungan dalam
pemberian nama bayi ini harus benar-benar teliti dan tidak boleh keliru. Tetapi
meskipun sudah dihitung dengan benar biasanya suka ada ketidak cocokan nama
dengan seorang bayi tersebut, sehingga kadang bayi atau anak tersebut sering
sakit-sakitan atu nakal. Dan bisanya nya orang zaman dahulu mengganti lagi nama
anaknya dengan perhitungan yang berbeda agar namanya cocok. Bisanya untuk pemberian nama ini dikaitkan
dengan hari lahir atau tempat kelahiran sang bayi yang di hitung dengan huruf
ngalagena sunda yaitu Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La seperti yang
disebutkan oleh narasumber yang
diwawancarai oleh penulis sebelumnya diatas.
Dari nama yang didapat dari perhitungan
tersebut, kelak dapat dihitung lagi jika seserang tersebut sakit. Perhitungan
dilakukan untuk mengetahui obat apa yang dapat menyembukan penyakit yang
diderita. Namun obat yang kita maksud disini adalah obat kampung atau obat
tradisonal, bukanl obat-obatan modern seperti obat-obatan kimia. Dan dalam
perhitungan untuk mencari obat terseburt ternyata memiliki syarat yaitu orang
tersebut tidak pernah mengganti nama nya, atau jika sudah terlanjur diganti,
maka perhitungan adat sunda untuk mencari penawar penyakit yang diderita akan
dilakukan dengan nama asalnya atau nama yang pertama digunakan penderita
penyakit. Misalnya saja seperti yang dialami kakek Rohaman, dulu nama beliau
adalah Ruhaman jadi sekarang saat beliau
sakit, untuk perhitungan obat apa yang dapat menyembuhkan penhyakit yang
beliau derita, beliau tetap menggunakan nama pertamanya yaitu Ruhaman.
Perhitungan seperti yang saya jelaskan diatas tersebut, menurut
narasumber ternyata memang digunakan oleh masyarakat Sunda manapun tapi mungkin
hanya bagi yang mengetahui dan percaya saja akan hal tersebut. Dan ternyata
patokan yang digunakan dalam perhitungan tersebut berbeda beda. Menurut narasumber
sendiri ada yang menggunakan naktu 12, naktu 13 dan naktu 14. Kakek Rohaman
sendiri menggunakan naktu 14 dimana jumlah harinya ada 7. Dan perlu diingat
juga bahwa patokan tahun yang digunakan dalam perhitungan adat Sunda adalah
tahun Hijriyyah. Mengenai alasanya narasumber sendiri hanya mengatakan bahwa
tahun Hijriyyah lah patokan dari segala perhitungan Sunda. Adapun beberapa
warga sekitar yang menambahkan bahwa patokan Hijriyyah itu karena adalah
tahunnya umat islam. Dan kita sebagai umat muslim tentu menggunakan tahun
Hijriyyah tersebut.
Seperti itu mungkin tambahan penjelasan
tentang adat perhitungan sunda yang saya dapat dari narasumber yaitu mengenai
perhituhan adat Sunda dalam bidang
pertanian, kala kita akan bepergian dan adat perhitungan pada pemberian nama
seorang bayi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda dulu dan sampai sekarangpun
masih ada yang menerapkan sistem perhitungan seperti itu seperti halnya kakek
Rohaman.
Tetapi untuk saya sendiri, saya tidak
mempercayai hal tersebut, saya setuju dengan apa yang dikatakan penulis sebelumnya
bahwa hal seperti itu hanyalah mitos. Dan menurut saya adat seperti itu mungkin
ada dan diwariskan oleh penganut Hindu-Budha dulu. Karena jika kita lihat
sejarah bangsa kita ini dulu sebelum masuknya islam dipengaruhi oleh
Hindu-Budha. Jadi tidak aneh jika adat nya masih melekat di masyarakat
Indonesia. Namun sudah sepatutnya kita meninggalkan hal tersebut karena kita
sebagai seorang muslim tidak mengeal perhitungan seperti itu.
Dan setelah saya amati sepertinya itu
hanya sugesti yang bukan sebenarnya tetapi karena akal dan pikiran terlanjur
mempercayai sepenuhnya akan hal itu maka perasaannya akan selalu merasa bahwa
yang dialakukannya itu bernilai benar karena perhitungan dan bernilai salah
juga karena kekeliruan dalam perhitungan. Padahal itu hanyalah sebuah sugesti
atau kepercayaan yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Namun dari adat
perhitungan yang terwariskan secara turun temurun ini benar kata penulis
sebelumnya bahwa disitu kita bias lihat bahwa matematika sudah ada dari zaman
dahulu melalui budaya, dan itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan dan rekap
jawaban hasil wawancara
1. Dalam
hal apa saja adat perhitungan Sunda ini dilakukan ?
Jawaban: Misalnya dalam
hajat pernikahan, pindah rumah, bercocok tanam, bepergian, dan pemberian nama
seorang bayi. Itu yang sering digunakan oleh masyarakat Sunda.
2.
Apa tujuan dari perhitungan tersebut ?
Jawaban: Tujuannya
berbeda-beda, missal dalam hajat pernikahan hari baik di pilih agar yang
menikah menjadi pasangan yang sakinah mawadah warahmah, dan diberi kelancaran
dalan hajatan maupun kehidupan berkeluarganya kelak. Jika dalam berpindah rumah
hari baik dipilih agar kita dapat merasa betah dan dijauhkan dari bahaya saat
menempati rumah baru tersebut. Sedangkan dalam pertanian yang dipilih adalah
tanggalnya agar kita mendapat hasil panen yang bagus. Dan jika dalam bepergian
waktulah yang diperhitungkan agar perjalanan kita tidak sia-sia. Dan dalam
pemberian nama bayi dilakukan agar bayi tersebut mrnjadi seseorang yang baik
sesuai apa yang diharapkan orang tuanya.
3.
Untuk sekarang kakek sendiri masih
menggunakan adat perhitungan tersebut atau tidak ?
Jawban: Saya sampai
saat ini masih menggunakan perhitungan itu, karena memang sudah seharusnya itu
dilakukan agar apa yang kita lakukan selalu mendapat yang terbaik, jika tidak
pun setidaknya masih ada hasilnya meskipun tidak maksimal.
4.
Apa alasan kakek tetap percaya terhadap
perhitungan tersebut, dan bagaimana menurut pandangan kake dengan kenyataan
sekarang sudah banyak orang yang meninggalkan adat perhitungan tersebut ?
Jawaban: Karena adat
tersebut sudah ada sejak dulu dan saya percaya apa yang leluhur saya turunkan
dan itu juga karena telah terbukti hasilnya. Ya kalau dihubungkan dengan zaman
sekarang memang itu kembali lagi kepada kepercayaan masing-masing. Karena
setiap orang pasti mempunyai paham yang berbeda juga. Dan kitapun tidak bias
memaksakan kepercayaan kita kepada orang lain. Jadi bagi saya jika ada yang
percaya juga dengan perhitungan ini ya silahkan dan bagi yang tidak
mempercayainya pun tidak apa-apa.
5.
Apakah aturan perhitungan seperti ini
berlaku untuk semua masyarakat di tatar Sunda ? Dan apakah ada perbedaan di
setiap daerahnya ?
Jawaban: Iya, bagi yang
mengetahui dan percaya akan hal ini tentu mengunakannya, I tiap daerah pasti
ada perbedaannya karena beda dari atasnya tapi masih hamper sama, hanya mungkin
yang berbeda itu di patokan yang digunakannya, yaitu ada yang menggunakan naktu
12,13,dan 14.
6.
Selain kaitan dengan tanggal, apa ada
kaintannya dengan manis, pahing dan sebagainya ?
Jawaban: kalu dalam
pertanian tidak, hanya yang dipentingkan adalah tanggalnya.
7.
Apa ada aturan dalam pemanenannya atau
tidak ?
8.
Jawaban: ada yaitu menggunakan hitungan
sri, kala, naga, numpi. Konsepnya sama seperti hitungan akar, tangkal, daun,
buah. Dan harus memperhatikan larangan bulannya juga. Misalnya Syawal, Hapit,
dan Haji hari yang apesnya adalah hari Jumat. Muharam, Safar, dan Robiul Awal
hari apesnya adalah hari Sabtu dan Minggu. Robiul Akhir, Juma Diawal, dan Juma
Diakir hari apesnya adalah hari Senin dan Selasa. Dan Rajab, Syaban, dan
Ramadhan hari apesnya adalah hari Rabu dan Kamis.
9. Bagaiman jika kita akan menanam pohon
kelapa. Kita kan tahu bahwa pohon kelapa itu seluruh bagian tubuhnya berguna ?
Jawaban: kita
prioritaskan kepada yang lebih penting atau utama dari hasil yang kan kita
panen yaitu buah, jadi hitungannya harus jatuh di buah.
DAFTAR PUSTAKA
Wawancara
kakek Ewon sebagai narasumber
Anonim.(2010).
Belajar itungan sunda.[Online].Tersedia:
http://sahadatsunda.blogspot.
com/2010/01/belajar-itungansunda-dasar-1.html (diakses 16 mei 2015)
Anonim.(2012).
Sitem perhitungan pada masyarakat sunda.[Online].Tersedia :
http:/neverstoptoshare.blogsp
ot.com.2011/11/systemperhitungan-padamasyarakatsunda.html.(diakses16 mei 2015)
Wawancara
kakek Rohaman sebagai narasumber yang masih menggunakan adat hitungan sunda
LAMPIRAN
Gambar
1: Foto kakek Ewon
Gambar
2: Foto Elin Nurlailasari bersama kakek Ewon
Gambar
3: Foto Anisa Ainun Fitriani bersama kakek Rohaman
Gambar
4: Foto kakek Rohaman
BIODATA NARASUMBER
Nama : Rohaman
Usia : 76 Tahun
Alamat :Dsn.Subang Ds.Darmacaang,
RT 12/RW04, Kec. Cikoneng,
Kab. Ciamis